A.
Konsep Wirausaha
Kata wirausaha atau “pengusaha” diambil dari bahasa Prancis”entrepreneur”
yang pada mulanya berarti pemimpin musik atau pertunjukan (Jhingan, 1999: 425).
Dalam ekonomi, seorang pengusaha berarti orang yang memiliki kemampuan untuk
mendapatkan peluang secara berhasil. Pengusaha bisa jadi orang yang
berpendidikan tinggi, terlatih, dan terampil atau mungkin seorang buta huruf
yang memiliki keahlian yang tinggi di antara orang-orang yang tidak demikian.
Menurut Jhingan, pengusaha mempunyai kriteria kualitas sebagai berikut:
(1) Energik,
banyak akal, siap siaga terhadap peluang baru, mampu menyesauikan diri terhadap
kondisi yang berubah dan mau menanggung resiko dalam perubahan dan perkembangan
(2) Memperkenalkan
perubahan teknologi dan memperbaiki kualitas produknya
(3) Mengembanngkan
skala operasi dan melakukan persekutuan, mengejar dan menginvestasikan kembali
labanya
Ekonom Prancis, JB. Say,
menciptakan kata entrepreneur (wirausahawan) sekitar tahun 1800, “wirausahawan
menggeser sumber daya ekonomi dari bidang produktivitas yang lebih rendah ke
bidang yang lebih tinggi dan hasil yang lebih besar”(Armstrong, 2003:149)
George Gilder dalam The Spirit of
Entreprise, mengatakan “Para wirausahawan adalah para inovator yang
membangkitkan permintaan”. Mereka adalah pembuat pasar, pencipta modal,
pengembang peluang, dan penghasil teknologi baru.
Terdapat berbagai macam penggolongan
wirausaha. Winarto (2003), menggolongkan dua kategori aktivitas kewirausahaan:
(1) Berwirausaha
karena melihat adanya peluang usaha (entrepreneur activity by opportunity)
(2) Kewirausahaan
karena terpaksa tidak ada alternatif lain untuk ke masa depan kecuali dengan
melakukan kegiatan usaha tertentu.
Sehingga wirausaha dapat dipandang
dari
(1) Tujuan
wirausaha
(2) Proses
berusaha. Dalam proses berusaha apakah keputusan untuk berusaha berjalan lambat
atau cepat, dan pada waktu masuk dalam bisnis apakah ia sebagai pendiri, atau
mendapat usaha dari proses membeli atau melalui franchising atau
(3) Konteks
industri dan teknologi
(4) Struktur
kepemilikan yaitu pemilik tunggal, kongsi, kelompok.
Namun perlu diingat, kewirausahaan
itu bukan untuk sekedar menghasilkan uang, tetapi menghasilkan sesuatu yang
diperlukan masyarakat, yaitu gagasan, inovatif, semangat untuk memberikan kontribusi
positif bagi masyarakat. Seorang wirausaha adalah seorang yang memiliki visi
bisnis atau harapan dan mengubahnya minjadi realitas bisnis. Wirausaha adalah
seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan
yang bebas.
Kets De Vries (1977 : 268)
menggolongkan wirausaha berdasarkan lingkungan mereka berasal, yaitu :
a.
Wirausaha
craftsmans, berasal dari pekerja kasar dengan pengalaman dalam teknologi
rendah, mekanik yang genius, dan mempunyai reputasi dalam industri.
b.
Wirausaha opportunitic,
berasal dari golongan kelas menengah sampai chief
executives.
c.
Wirausaha dengan bekal pengalaman teknologi, ia
memiliki pendidikan formal.
d.
Kewirausahaan ditandai dengan keanekaragaman,
yaitu adanya pergantian besar pad masyarakat dan perusahaan yang berterminologi
wirausaha.
Sehingga
karakteristik khusus wirausaha dapat digolongkan sebagai berikut:
a.
Berorientasi pada tindakan, “mereka melakukan,
membetulkannya, mencoba”.
b.
Memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan
langkah-langkah dari gagasan sampai aktualisasi.
c.
Menjadi pemikir dan pelaku, perencana dan
pekerja
d.
Terlibat, menerapkan langsung
e.
Dapat mentolerir ambiguitas
f.
Menerima resiko tetapi memahami dan mengelolanya
g.
Mengatasi, bukan menghindari kekeliruan, mereka
tidak mengakui mereka dikalahkan.
h.
Memandang diri sendiri sebagai seorang yang
bertanggungjawab atas nasib mereka sendiri
i.
Percaya pada penciptaan pasar untuk gagasan
mereka, bukan sekedar menanggapi permintaan pasar yang ada.
Pilihan menjadi wirausaha diperlukan
kreatif, inovatif, keberanian mengambl resiko, mendorong perubahan dalam
pengembangan kariernya. Bird memberikan beberapa pendapat, yakni pertama,
dipandang dari segi energi dan dorongan serta daya fisik yang kuat sehingga
ingin berkarir sebagai wirausaha. Kedua, wirausaha yang memulai pada usia tua,
tidak memiliki masa karier yang panjang sebagaimana orang muda, walaupun
mungkin lebih cepat berhasil karena faktor pengalaman.
Untuk mencapai sukses, maka
pertamakali yang harus dilakukan pebisnis adalah merencanakan kesuksesan
tersebut. Perencanaan strategi bisnis dapat menjadi blue print untuk meraih tujuan dan merencanakan pengembangan bisnis
kedepan. Tambahan lagi. Perencaan strategik dapat memfokuskan pebisnis pada
pendekatan pemasaran dan juga membantu sebuah tim yang dapat menunjang yang
terdiri dari karyawan.
Terdapat beberpa alasan yang
melandasi pentingnya perencanaan strategik pada bisnis. Dengan pertumbuhan
persaingan, rendahnya kisaran pengangguran, dan perubahan dalam abad baru,
pebisnis membutuhkan perencanaan untuk sukses dewasa ini. Sukses tidak hanya
terjadi ketika pebisnis berkutat dengan bisnis dari hari ke hari, meskipun
pebisnis secara ekstrem beruntung. Tetapi ketika orang yang beruntung dapat
berlari ke dalam masalah sepanjang jalan tanpa perencanaan untuk pertumbuhan ke
depan.
Perencanaan strategik merupakan
kendaraan komunikasi yang besar untuk melibatkan semua anggota tim dan
menginformasikan kepada mereka apa yang terjadi dengan organisasi, sebaik
pimpinan menyediakan arahan kepada tujuan personal dan tujuan bisnis setiap
individu.
Disamping itu para karyawan
secara alami akan menjadi lebih efektif ketika mereka mengetahui rencana sukses
bisnis. Untuk mengetahui mereka sebagai sesuatu yang penting dari pengembangan
tim adalah memotivasi mereka, para karyawan. Perencanaan strategik akan
membantu mereka merencanakan pribadi mereka sendiri dan tujuan bisnis untuk
mendukung langkah pebisnis.
Sebuah perencanaan strategik yang
solid dibuat dengan mempertimbangkan pemahaman kedinamisan industri dan bagaimana
menghubungkannya pada bisnis yang dijalankan pebisnis. Faktor lainnya termasuk
lingkungan persaingan, basis pelanggan, kekuatan, kelemahan, dan peluang
perusahaan.
Berbagai buku mendefinisikan
manajemen strategi dengan kata-kata yang berbeda. Diantaranya, menurut Haidari
Nawawi (2003), manajemen strategi merupakan perencanaan strategi yang
berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan
sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan
prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut
misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk
menghasilkan barang dan / atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan
diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan
berbagai sasaran organisasi.
Begitu banyak pengertian
manajemen strategi, namun pada dasarnya manajemen strategi merupakan sistem
yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yangsaling berhubungan
dan memengaruhi. Komponen pertama adalah perencanaan strategi dengan
unsur-unsur yang terdiri dari visi, misi, tujuan dan strategi utama organisasi.
Sedangkan komponen kedua adalah perencanaan operasional, pelaksanaan fungsi
manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi
penganggaran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja internal dan eksternal,
fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik.
Sesuai definisi yang ada, menjalankan
manajemen srategi berarti pebisnis juga harus membuat perencanaan dalam bentuk
formulasi bisnis secara matang. Resnik dalam Certo dan Peter (1991) seperti
dikutip I Putu Sugi Darmawan (2004), mengungkapkan terdapat 10 formulasi
strategi yang disarankan dirancang untuk mempertinggi kesempatan hidup dan
sukses sebuah usaha kecil. Kesepuluh formulasi strategi tersebut, adalah
sebagai berikut:
1.
Menjadi obyektif
2.
Membuat sederhana dan terfokus
3.
Fokus pada pasar yang menguntungkan
4.
Mengembangkan rencana pemasaran
5.
Memanajemen tenaga kerja secara efektif
6.
Membuat catatan keuangan yang jelas
7.
Tidak peernah menghambur-hamburkan kas
8.
Menghindari perangkap yang berulang-ulang dari
pertumbuhan yang cepat
9.
Mengerti seluruh fase bisnis
10.
Merencanakan ke depan.
Dalam kegiatan pemasaran, dikenal
konsep 4 P, yaitu
·
Product.
Menentukan produk/jasa yang akan ditawarkan ke pasar umumnya menjadi langkah
paling awal. Ide mengenai produk bisa didapatkan dari beberapa sumber.
·
Price.
Cara yang umum digunakan untuk menentukan harga adalah dengan menggunakan
patokan hitungan biaya produk tersebut dari awal disiapkan hingga siap jual.
·
Placement.
Tidak kalah penting adalah mengenai dimana produk tersebut yang akan ditawarkan
tersebut mudah ditemukan oleh target pasar yang dituju. Pemilihan lokasi tempat
usaha yang buruk dapat berakibat langsung kepada kegagalan dari usaha yang
dijalankan.
·
Promotion.
Bagaimana suatu produk akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk
membelinya. Salah satu cara berpromosi
efektif adalah dengan beriklan. Bagi wirausaha yang baru memulai bisnis, iklan
dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensinya. Untuk
mendapatkan efektivitas beriklan, sebaiknya dilakukan pemilihan media iklan
yang benar-benar cocok dengan karakter target pasar dari produk.
Keempat aspek pemasaran tersebut
dapat menjadi pemikiran awal bagi seorang wirausaha sehingga dia dapat memiliki
perhitungan yang matang sebelum menanamkan investasinya.
Sebagaimana anda mengembangkan visi
yang strategis bagi bisnis, ada lima kriteria terbesar yang seharusnya menjadi
fokus. Lima kriteria ini akan membantu anda mendefinisikan apa yang ideal bagi
bisnis anda ke depan. Kelima kriteria proses berpikir stategis tersebut
adalah
1.
Organisasi.
Organisasi bisnis anda melibatkan orang-orang yang akan bekerja untuk anda,
struktur organisasi bisnis anda, dan sumber daya penting untuk mnembuat
semuanya bekerja. Bagaimana anda menggabungkan orang-orang, sumber daya, dan
struktur bersama-sama mencapai hasil ideal?
2.
Observasi.
Dengan meningkatkan kekuatan observasi, anda akan memulai menjadi lebih sadar
apa yang dapat memotivasi orang-orang, bagaimana memecahkan masalah secara
lebih efektif, dan bagaimana membedakan di antara alternatif pilihan.
3.
Pandangan.
Dalam berpikir strategis, terdapat empat poin untuk mengambil perhatian ketika
membentuk strategi bisnis anda, yaitu pandangan tentang lingkungan, pandangan
tentang pasar, pandangan tentang proyek, dan pandangan tentang ukuran.
Pandangan dapat digunakan sebagai alat untuk membantu anda berpikir tentang
hasil, alat identifikasi penting, dan menyesuaikan aksi anda untuk mencapai
posisi ideal anda.
4.
Kekuatan
mengendarai. Kekauatan mengendarai biasanya meletakkan dasar untuk apa anda
ingin orang-orang fokus pada bisnis anda (contohnya, apa yang akan anda gunakan
untuk memotivasi orang lain agar melaksanakan).
5.
Posisi
ideal. Outline posisi ideal seharusnya melingkupi: kondisi dimana anda
telah menemukan menjadi penting jika bisnis menjadi produktif, ceruk pasar yang
akan diisi bisnis anda,berbagai peluang yang ada lainnya saat ini atau kedepan
bagi bisnis anda, kompetisi inti atau keahlian yang dibutuhkan bisnis, dan
strategi seta taktik yang akan membantu mendorong semuanya bersama-sama.
B.
Wirausaha
sosial
Wirausaha sosial adalah individu istimewa yang memiliki visi,
kreativitas, keteguhan hati yang luar biasa – sebagaimana seorang wirausaha –
dan juga mengabdikan kemampuannya ini untuk memperkenalkan solusi baru pada
masalah-masalah sosial. Individu-individu unik yang ditemui di segala lingkup
budaya ini, adalah mereka yang dapat melihat jauh ke depan, langkah apa yang
harus diambil dalam bidangnya; baik itu lingkungan pendidikan, pengembangan
masyarakat, kesehatan, atau bidang-bidang lain yang berhubungan dengan
kebutuhan manusia. Mereka tanpa berhenti mengejar visi mereka hingga menjadi
kenyataan baru dalam masyarakat tempat mereka tinggal dan juga di wilayah yang
lebih luas.
Kualifikasi wirausaha sosial adalah sebagai berikut:
1. Ide baru
Seseorang yang memiliki ide baru, solusi baru untuk masalah sosial yang
dapat mengubah pola di lapangan, seperti menjadikan sesuatu memenuhi standr hak
asasi dan kesehatan, di tingkat nasional atau ke wilayah yang lebih luas di
negara-negara yang lebih kecil.
2. Kreativitas
Seorang wirausaha sosial yang sukses haruslah kreatif dalam menentukan
tujuan dan dalam memecahkan masalah-masalah -
yang tidak terelakkan muncul – saat ia mengejar visinya tersebut.
3. Kemampuan berwirausaha
Orang-orang yang memiliki tipe kepribadian yang sangat tidak biasa,
termotivasi oleh keinginan untuk menciptakan perubahan sosial yang signifikan.
Wirausaha sosial bersifat praktis dan pragmatis. Mereka mengetahui bagaimana
mengatasi rintangan, dan mereka dikendalikan oleh ide dan niat mereka untuk
membuat ide tersebut menjadi kenyataan secara institusional.
4. Dampak sosial
Konsep wirausaha sosial tidak hanya memerlukan orang yang luar biasa
untuk mengembangkan sebuah ide, tetapi juga memiliki kekuatan, ide, praktis
yang akan layak berkembang dengan benar.
5. Karakter etis
Dampak dalam sekala luas yang mungkin terjadi dari ide kandidat,
memerlukan individu yang memiliki penilaian yang tepat akan sesuatu hal dan
berkarakter dapat dipercaya untuk menuntun proses perubahan dalam arah yang
positif.
Wirausaha sosial memiliki pola siklus hidup yang khas. Siklus tersebut
dapat digambarkan dalam 4 fase perkembangan, dimulai dari tahap magang. Selama dalam tahap awal magang
ini, yang biasanya berkisar antara 8 – 10 tahun, seorang wirausaha sosial yang
memiliki cita-cita tinggi ini mempelajari bidang mereka dan mendapatkan
keahlian yang dibutuhkan dalam mengenali perubahan sosial yang luas. Hanya
setelah menguasai kedua hal tersebut seorang wirausaha sosial dapat
mengidentifikasi langkah pengembangan berikutnya untuk bidangnya dan mengerti
bagaimana mengusahakan agar hal itu bisa jadi kenyataan.
Pada titik tertentu, seorang wirausaha sosial mencapai saat peluncuran. Pada permulaan tahap ini, ia
melihat langkah penting selanjutnya dibidangnya dan ia bersedia
mempresentasikan diri untuk perubahan tersebut. Untuk mendapatkan kebebasan
meluncurkan ide yang dapatmerubah institusi, seorang wirausaha sosial hampir
selalu harus melangkah ke luar dari institusi yang ada.
Tahap peluncuran yang penuh dengan resiko sekaligus amat menentukan dalam
meraih kesempatan ini, biasanya memerlukan 3 – 5 tahun. Pada periode ini sang
individu juga idenya sering tidak akan
dikenal atau diterima secara baik. Selama tahun-tahun awal peluncuran
wirausaha sosial terfokus pada pengembangan dan pengenalan ide-idenya. Kemudian
sangwirausaha sosial mulai proses penyebaran idenya secara luas ke luar wilayah
pengenalan sebelumnya.
Sekali ide tersebut diperbaharui dan diatur secara lebih baik, sirausaha
sosial dan idenya ( dan juga institusi atau institusi-institusi pendukung
mereka) bergerak menuju tahap tinggal landas. Fokus utama dari seorang
wirausaha sosial pada tahap ini yang biasanya berlangsung selama 5 – 10 tahun,
adalah untuk menyebarkan ide mereka secara luas. Selama masa ini, dimensi baru
dapat ditambahpada ide asli/awal. Keterampilan dan sumber-sumber yang
dibutuhkan dalam tahap ini sedikit berbeda dengan tahap peluncuran, termasuk
diantaranya dalam hal pemasaran, manajemen dan administrasi, serta humas dan
pencarian dana berskala besar.
Setalah rata-rata sekitar 10 – 15 tahun, ketika ide tersebut telah
diterima menjadi bagian dari kehidupan nasional, seorang wirausaha sosial
memasuki masa tahap matang (kedewasaan). Pada tahap ini bila seseorang ingin
mencatatkan sejarah bidangnya, maka hal tersebut haruslah mengacu pada sosok
wirausaha itu sendiri dan idenya. Dengan ide yang terjaga secara baik sang
wirausaha sosial sekarang dapat merasa bebas untuk mendalami minat-minat lain.
Selama masa hidupnya seorang wirausaha dapat memperkenalkan satu atau beberapa
ide baru lain yang besar, atau bercabang ke dimensi lain dalam kehidupan
bermasyarakat.
C.
Life
skill sebagai unsur kewirausahaan
Pengertian life skill adalah
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema
hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasakan tertekan, kemudian secara
proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu
mengatasinya. Kecakapan hidup (life skill) dapat dipilih menjadi lima bagian,
ialah
(1)
Kecakapan mengenal diri (self awareness) atau kecakapan personal (personal skill), adalah kecakapan yang diperlukan bagi seseorang
untuk mengenal dirinya secara utuh.
Kecakapan ini mencakup:
a.
Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan;
b.
Penghayatan diri sebagai anggota keluarga dan
masyarakat
c.
Penghayatan diri sebagai warga negara;
d.
Menyadari dan mensyukuri kelebihan dan
kekurangan diri;
e.
Menjadikan kelebihan dan kekurangan sebagai
modal dalam meningkatkan diri agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
(2)
Kecakapan berpikir rasional (thinking skill) adalah kecakapan yang
diperlukan dalam pengembangan potensi berpikir, mencakup:
a.
Kecakapan menggali dan menenmukan informasi (information searching)
b. Kecakapan
mengolah informasi dan mengambil keputusan (information
processing and decision making skills)
c.
Kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill)
(3)
Kecakapan sosial atau kecakapan interpersonal (social skill) mencakup:
a.
Kecakapan komunikasi dengan empati
(communication skill). Empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua
arah, perlu ditekankan, karena yang dimaksud berkomunikasi bukan sekedar
menyampaikan pesan, tetapi isi dan sampainya pesan, disertai dengan ‘kesan’
baik, akan menumbuhkan hubungan yang harmonis.
b.
Kecakapan bekerja sama.
(4)
Kecakapan akademik (academic skill) atau
kemampuan berpikir ilmiah, mencakup komponen-komponen:
a.
Kemampuan melakukan identifikasi variabel
b.
Kemampuan merumuskan hipotesis
c.
Kemampuan melakukan penelitian
(5)
Kecakapan vokasional (vocational skill), adalah
ketrampilan yang dikaitkan dengan berbagai bidang pekerjaan tertentu yang
terdapat di masyarakat.
Untuk menuju terwujudnya pendidikan berwawasan kewirausahaan, maka salah
satu kuncinya adalah menciptakan “perusahaan” (lembaga) yang dinamis dan
fleksibel, manajer bervisi ke depan, serta lingkungan kerja yang kondusif.
1.
Organisasi perusahaan harus dinamis dan
fleksibel
2.
Pengembangan organisasi perusahaan harus
didasarkan atas visi, misi, dan tujuan yang jelas. Ada 8 roh organisasi
(perusahaan) agar sukses dan panjang umur:
(1)
Roh kesucian dan kesehatan
(2)
Roh kebaikan dan kemurahan
(3)
Roh cinta dan suka cita
(4)
Roh keunggulan dan kesempurnaan
3.
Peran manajer sangat menentukan.
Manajer harus memiliki visi ke depan agar mampu mengarahkan dan
meningkatkan kinerja perusahaan. Sekurang-kurangnya ada 8 kompetensi manajer
bervisi ke depan, yaitu:
(1)
Kemampuan strategis
(2)
Kemampuan sintetis
(3)
Kemampuan organisasi
(4)
Kemampuan komunikasi
(5)
Kemampuan negosiasi
(6)
Kemampuan presentasi
(7)
Dinamika, dan
(8)
Ketangguhan
4.
Penciptaan lingkungan kerja yang kondusif.
Persyaratan kualitas kehidupan lingkungan kerja yang kondusif, yaitu:
(1)
Upah yang layak dan pantas bagi pekerjaan yang
dilakukan dengan baik
(2)
Kondisi kerja yang amanah dan sehat
D.
Membangun
etos kerja kewirausahaan
Salah satu sumber yang menimbulkan bencana nasional
akhir-akhir ini adalah karena tidak dimilikinya etos kerja yang memadai bagi
bangsa kita. Belajar dari negara Jerman dan Jepang yang luluh lantak di PD II,
lima puluh tahun kemudian, mereka menjadi bangsa termaju di Eropa dan Asia.
Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang Jerman
adalah rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan
material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan
investasi. Di Timur orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai)
perpaduan Shintoisme dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo
(1999) sebagai “karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.
Ada 7 prinsip dalam bushido, yaitu
(1) Gi:
keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus
mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, terhormat.
(2) Yu:
berani, kesatria
(3) Jin:
murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama
(4) Re:
bersikap santun, bertindak benar
(5) Makoto:
tulus setulus-tulusnya, sungguh sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih
(6) Melyo:
menjaga kehormatan martabat, kemuliaan, dan
(7) Chungo:
mengabdi, loyal.
Jelas bahwa kemajuan
Jepangkarena mereka komit dalam penerapan bushido, konsisten, intens, dan
berkualitas.
Indonesia mempunyai
falsafah Pancasila, tetapi gagal menjadi etos kerja bangsa kita karena
masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh dalam
menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Maaf cakap
“ketuhanan Yang Maha Esa” misalnya, sering ditampilkan sebagai “Keuangan yang
maha kuasa”. Kemanusiaan yand adil dan beradab, ditepkan menjadi “ Kekuasaan
menentukan apa yang adil dan siapa yang beradab”, “Persatuan Indonesia”
praktiknya menjadi “Persatuan pejabat dan konglomerat” dst. Inilah bukti dari
ramalan Ronggowarsito dan inilah zaman edan.
Dampak kondisi ini
etos kerja yang berkembang adalah etos kerja asal-asalan. Beberapa pernyataan
berikut ini adalah gambaran ungkapan yang sering muncul kepermukaan yang
menggambarkan etos kerja asal-asalan, atau istilah Sinamo (1999) sebagai “etos
kerja edan”, ialah:
(1)
Bekerjalah sesuai keinginan penguasa
(2)
Bekerja sebisanya saja
(3)
Bekerja jangan sok suci, kerja adalah demi uang
(4)
Bekerja seadanya saja nggak usah ngoyo, tak lari
gunung dikejar
(5)
Bekerja harus pinter-pinter, yang penting aman
(6)
Bekerja santai saja mengapa harus ngotot
(7)
Bekerja asal-asalan saja, kan gajinya kecil
(8)
Bekerja semau gue, kan disini saya yang berkuasa
Ungkapan-ungkapan seperti tersebut diatas
menggambarkan tidak adanya etos kerja yang pantas untuk dikembangkan apalagi
menghadapi persaingan global. Maka dari itu wajarlah jika bangsa ini harus
menerima pil pahit bencana nasional krisis yang berkepanjangan yang tak kunjung
usai.
Untuk mencpai
kualifikasi Wirausaha Unggul maka SDM perusahaan harus memiliki Etos Kerja
Unggul. Jansen H. Sinamo (1999) mengembangkan 8 Etos Kerja Unggulan sebagai
berikut:
1.
Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku, aku
sanggup bekerja benar.
2.
Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku
sanggup bekerja keras
3.
Kerja itu rahmat, kerja adalah terima kasihku,
aku sanggup bekerja tulus
4.
Kerja itu amanah, kerja adalah tanggung jawabku,
aku sanggup bekerja tuntas
5.
Kerja itu seni/permainan; kerja adalah
kesukaanku, aku sanggup bekerja kreatif.
6.
Kerja itu ibadah; kerja adalah pengabdianku, aku
sanggup bekerja serius.
7.
Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku
sangat bekerja sempurna
8.
Kerja itu kehormatan; kerja adalah kewajibanku,
aku sanggup bekerja unggul.
Sebagai kehormatan kerja memiliki 5 dimensi:
(1)
Pemberi kerja menghormati kita karena memilih
sebagai penerima kerja
(2)
Kerja memberikan kesempatan berkarya dengan
kemampuan sendiri
(3)
Hasil karya yang baik memberi kita rasa hormat
(4)
Pendapatan sebagai imbalan kerja memandirikan
seseorang sehingga tak lagi jadi tanggungan atau beban orang lain
(5)
Pendapatan bisa menanggung hidup orang lain.
Semuanya adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah
menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk menghasilkan
mutu setinggi-tingginya. Dengan unggul di segala bidang kita akan memenangkan
persaingan.
SUMBER : YANG MUDA YANG BERPERAN
BUKU EKONOMI 3
Selengkapnya...